Rabu, 11 Agustus 2010

Skenario Terindah


Allah Maha Besar
Allah Maha Esa
Allah Maha Kuasa
Allah Maha Pengasih lagi Penyayang
Allah Maha segalanya
Maha Sempurna Dia dengan dzatNya yang tercermin di Asmaul HusnaNya.
Maha Sempurna Dia dengan segala karyaNya
Memuja dan memuji Dia, kiranya tidak akan cukup untuk mewakili rasa takjub akan segala ke-MahaanNya. Kalau kita bener-benar memahami akan semua itu, betapa berani kita pada suatu saat memunculkan rasa ketidak puasan kita akan sesuatu yang nampak dihadapan kita, atau saat ketika kita mengalami hal-hal yang menurut perasaan dan pandangan kita, tidaklah ideal dan menyenangkan.
Bagaimana tidak? Bukankah kita mengakui, betapa Dia Maha Sempurna? Bukankah Dia adalah Muara dari segala sesuatu yang ada dan terjadi?
Kalau begitu, mengapa masih tidak juga yakin bahwa segala yang ada dan terjadi adalah Maha Karya dari Dia, sang Maha Sempurna.
Maha sempurna Dia, tentu saja segala yang tercipta dari Dia, sang Muara dari segala sesuatu, pasti berupa Maha Karya!. Yakinilah itu!.
Saya jadi teringat, betapa dulu saya sering mencela seseorang dengan tampilan fisiknya, baik secara bergurau atau serius. Astaughfirullah al adziim. Saya dengan ini benar-benar mohon ampun ke hadiratNya atas kejahiliyahan saya tersebut. Karena, pada hakikatnya, orang tersebut tidaklah memiliki kemampuan sedikitpun untuk menciptakan tampilan fisiknya. Itu semua adalah Maha Karya dari yang Maha Sempurna. Begitu saya memberikan penilaian buruk terhadapnya, itu sama saja saya memberikan nilai buruk terhadapNya. Sekali lagi, astaughfirullah al adziim.
Demikian pula halnya bila kita mengalami suatu kejadian. Hampir dari kita semua manusia, memiliki rencana akan sesuatu hal. Misalnya saja yang sepele, hari ini kita berjanji untuk membelikan anak kita sesuatu. Uang sudah siap, tinggal besok berangkat ke tempat benda itu dijual. Tetapi, mendadak ada saudara kita yang membutuhkan biaya untuk biaya anaknya yang sedang sakit. Dia mengutarakan ingin meminjam uang untuk itu. Karena iba, kita pinjamilah saudara kita tadi. Walhasil, uang kita yang semula direncanakan untuk membelikan sesuatu untuk anak kita habis. Ternyata, Allah memiliki rencana juga, yang pada saat itu tidak sama dengan rencana kita. Maka, terjadilah apa yang telah direncanakanNya.
Begitu pula dengan hal-hal lain yang lebih besar. Kita mungkin punya rencana. Tapi jangan dilupakan, Diapun punya rencana. Maka, yang terbaik, menurut saya, begitu kita memiliki rencana, maka berdoalah, dan berikralah pada Allah, bahwa apapun yang akan terjadi esok, itu adalah rencana / skenario dari Allah yang Maha Sempurna. Dia telah menuliskan segala sesuatunya jauh sebelum segala sesuatunya terjadi. Dan rencana/skenario itu, yakinlah, begitu sempurnanya, tanpa cacat sedikitpun. Kemampuan kita sebagai manusia dalam mengambil hikmanyalah yang terkadang membuat kita berani memunculkan rasa ke-tidak puasan atas apa yang telah direncanakan olehNya.
Bukankah di setiap kita sholat menghadapNya kita selalu mengucapkan : “sesungguhnya sholatku, urusanku, hidupku dan matiku, kuserahkan padaMu ya Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiMu, demikianlah aku diperintahkan. Dan aku tergolong orang-orang yang berserah diri”.
Nah, bagaimana dengan penerapannya dalam kehidupan seharĂ­-hari kita? Mengapa kita terkadang tidak konsekuen dengan apa yang telah kita ikrarkan tersebut? Bukankah kita telah menyerahkan segala urusan kita kepadaNya?
Artinya, kita wajib berusaha sekuat tenaga. Tidak mungkin kita menyerahkan segala urusan kita kepada Allah, sementara kita tidak melakukan apapun. Itu tidak logis. Namun, hasil akhir dari usaha kita itu, harus kita serahkan pada yang memiliki segala urusan, yaitu Dia, Allah (Dan aku tergolong orang-orang yang berserah diri). Manusia boleh berencana, Namun Tuhan juga berencana. Dan yang akan terjadi adalah rencana / skenarioNya. Skenario itu adalah hasil karyaNya.
Karena, Dia Maha Sempurna, maka, segala hasil karyaNya adalah Maha Karya, Maha Indah.
Yakinilah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar