Senin, 11 Januari 2010

mampir minum



Judul diatas diambil dari pepatah jawa yang sangat populer, yaitu : "Urip mung mampir ngombe". Artinya; hidup cuma sekedar mampir untuk minum.
Busyet..., sesederhana itukah? terus apa tidak lebih tepat jika ditambahi dan sedikit makan, sekolah, kawin, bekerja, etc..etc.
He..he..he.., just kiding. Mungkin para ahli spiritual suku jawa dahulu ingin memberi pesan kepada kita semua, bahwa hidup ini hanyalah sementara dan singkat saja.
 Mungkin sementara dan singkat bila dibandingkan hidup setelah kehidupan ini. (ini hanya untuk mereka yang yakin ada kehidupan setelah kehidupan di dunia ini berakhir). Jadi ada pembanding. Bagi mereka yang tidak percaya, ya tentu semua itu bullshit adanya.
Ada  hadist yang menggambarkan betapa bersifat sementaranya kehidupan di dunia ini. “Pada hari kiamat didatangkan orang yang paling nikmat hidupnya sewaktu di dunia dari penghuni neraka. Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka sejenak. Kemudian ia ditanya: ”Hai anak Adam, pernahkah kamu melihat suatu kebaikan, pernahkah kamu merasakan suatu kenikmatan?” Maka ia menjawab: ”Tidak, demi Allah, ya Rabb.” Dan didatangkan orang yang paling menderita sewaktu hidup di dunia dari penghuni surga. Lalu ia dicelupkan ke dalam surga sejenak. Kemudian ditanya: ”Hai anak Adam, pernahkah kamu melihat suatu kesulitan, pernahkah kamu merasakan suatu kesengsaraan?” Maka ia menjawab: ”Tidak, demi Allah, ya Rabb. Aku tidak pernah merasakan kesulitan apapun dan aku tidak pernah melihat kesengsaraan apapun.” (HR Muslim 5018).
Mengapa orang pertama ketika Allah tanya menjawab bahwa ia tidak pernah melihat suatu kebaikan serta merasakan suatu kenikmatan, padahal ia adalah orang yang paling nikmat hidupnya sewaktu di dunia dibandingkan segenap manusia lainnya? Jawabannya: karena Allah telah paksa dia merasakan derita sejati neraka –sejenak saja- cukup untuk membuat ingatannya akan segala kenikmatan palsu yang pernah ia alami sewaktu di dunia terhapus begitu saja dari ingatannya. Sebaliknya, mengapa orang kedua ketika Allah tanya menjawab bahwa ia tidak pernah melihat suatu kesulitan atau merasakan suatu kesengsaraan, padahal ia orang yang paling susah hidupnya sewaktu di dunia dibandingkan segenap manusia lainnya? Jawabannya: karena Allah telah izinkan dia merasakan kesenangan hakiki surga –sejenak saja- cukup untuk membuat ingatannya akan segala penderitaan palsu yang pernah ia alami sewaktu di dunia terhapus begitu saja dari ingatannya. Subhaanallah wa laa haula wa laa quwwata illa billah...!!!
Sebenarnya,  hal itu juga tersirat di surat Al Fatihah.
Dimana surat Al Fatihah adalah induk dari kitab tersebut (ummul kitab). Coba kita simak dan berusaha memahami surat tersebut;
1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
4. Yang merajai di Hari Kemudian
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat
Untuk topik kali ini, mari kita perhatikan ayat yang nomor 4, yang berbunyi Maaliki yaumiddiin yang artinya : yang merajai hari kemudian.
Hari Kemudian. Kata ini bermakna bukan hari ini, atau saat ini. Melainkan hari yang akan datang. Dan Dia adalah yang merajai / menguasai hari kemudian. Kenapa kata "hari kemudian" disebutkan di surat yang demikian penting, hingga disebut sebagai Ummul kitab? Dan bukannya hari ini atau saat ini? Seakan-akan hari kemudian begitu penting dan hari ini tiadalah berarti. Padahal Dia yang memiliki dan menguasai dunia seisinya, akhirat dan diantaranya.
Nampaknya memang demikianlah adanya. Apalagi penting disini dipandang dari sisi Dia, yang mewartakan berita ini. Adakah kebenaran yang dapat menandingi kebenaran dari sisiNya?
Bagi dia kehidupan kita hari ini / saat ini, di dunia ini adalah senda gurau belaka. Tertuang dalam firmanNya : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al-Ankabut ayat 64).
Allah sang pemilik alam ini, dunia, akhirat dan diantaranya, sudah mewanti-wanti kita manusia, bahwa kehidupan di dunia ini hanya senda gurau, tidak serius.
Maka, diajarkanNya kepada kita untuk selalu menyembah dan memohon pertolongan kepada Dia, untuk ditunjukkan jalan atau pehaman yang lurus dan benar, agar terhindar dari kedahsyatan hari kemudian yang Dialah Rajanya sebagaimana telah ditunjukkan jalan atau pemahaman yang lurus itu kepada orang-orang yang telah diberi nikmat. Bukan jalannya atau pemahaman orang-orang yang telah dimurkai, bukan pula jalan atau pemahaman orang-orang yang sesat.
Mereka yang disebut di ayat tadi, adalah mereka-mereka yang terdahulu. Riwayat mereka dijabarkan dalam surat-surat lainnya dalam Al Quran dan hendaknya menjadi pelajaran bagi kita orang-orang yang kemudian.
Maka, lagi-lagi maka, janganlah kita terlampau hanyut dalam kesedihan yang mendalam, tatkala kita dilanda cobaan / musibah berupa kekurangan harta, kedudukan, makanan, hilangnya nyawa dan musibah-musibah lainnya.  Karena, itu semua hanyalah ujian bagi keimanan kita dan seperti kebanyakan obat-obatan, meskipun pahit, tapi yakinlah bahwa itu menyehatkan dan menyembuhkan penyakit-penyakit yang ada di hati kita..
Maka, lagi-lagi maka, janganlah kita terlampau mabuk dengan berlimpahnya harta, tingginya kedudukan / pangkat, harkat dan martabat kita di hadapan sesama manusia, kesehatan dan keluarga yang bahagia, karena itupun hanyalah ujian juga bagi keimanan kita dan seperti kebanyakan makanan yang lezat-lezat, di belakangnya mengandung banyak mudharat, keburukan, dan berpotensi untuk merusak hati kita yang dapat membuat kita lalai terhadap kewajiban yang kita emban terhadap nikmat-nikmat titipan tersebut.

4 komentar:

  1. Wong Urip kudu ngerti Uripe, amerga urip nang ndonyo mung mampir ngombe, lakumu kudu adiluhung ojo adigung adiguna.....

    BalasHapus
  2. Wong urip kudu ngerti uripe - amerga nang ndonya mung mampir ngombe, lakumu kudu adiluhung - ojo adigang adigung adiguno.
    perlu disimak juga
    " barangsiapa menghendaki keuntungan akhirat akan Kami tambahkan baginya dan barangsiapa menghendaki keuntungan dunia, Kami berikan sebagian keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat "
    Disini jelas sekali bahwa tujuan hidup manusia adalah akhirat (karena inilah jatining hurip)BUKAN DUNIA dan juga BUKAN DUNIA + AKHIRAT, Allah menghendaki putih - bukan abu-abu.
    Maaf, ws.

    BalasHapus
  3. yap..,benar sekali. Hanya, karena saat ini kita msh menjejak bumi, saya merasa perlu mengingatkan teman2 dan diri saya sendiri, bahwa semua yang telah dan sedang melintas di diri kita itu sebenarnya hanya fatamorgana, walaupun sakitnya kadang terasa menusuk sampai ke jantung. Cuma mengingatkan, hakikatnya benar apa yang sdr Adiluhung sampaikan. Trims atas komnetnya.

    BalasHapus
  4. Yang sdr. Adiluhung sampaikan diatas, termaktub di Al Quran srt. Asy Syuura (42), ayat 20. yang bunyi lengkapnya sbb:
    "20. Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat".

    BalasHapus