Selasa, 29 Desember 2009

BEKAL


Pernah terlintaskah dipikiran anda, berapa banyak nikmat yang sudah anda peroleh yang diberikan oleh Allah selama ini? Lalu apa yang anda telah lakukan selama anda menikmati “nikmat-nikmat” yang diberikan itu?
Yuk kita renungkan sambil sedikit uthak-athik dengan memakai logika sederhana dan dangkal. Yuuukk…

Oke, sekarang bagaimana kalau kita mulai dengan alat panca indera kita yang ada 5 buah itu. Yang dengan mata kita bisa melihat segala keindahan ciptaanNya, yang dengan telinga kita bisa mendengar suara-suara indah dan merdu, yang dengan lidah kita bisa merasakan kelezatan suatu makanan/minuman, yang dengan hidung kita bisa mencium aroma bau-bauan yang segar dan mengundang selera, dan yang terkhir, dengan kulit kita bisa merasakan sentuhan, panas, dingin dsb. Lalu, bagaimana kita mensyukuri nikmat-nikmat tersebut diatas? Pernahkan terpikir oleh anda, “seandainya” setiap nikmat dari fungsi panca indera tersebut oleh sang Pencipta digadaikan dengan perintah sholat yang lima waktu? Kan sama-sama lima. Misalnya kita lalai melakukan sholat Subuh, maka fungsi mata kita dihilangkan untuk sementara, hingga tiba waktu sholat Dhuhur. Atau ketika kita lalai melaksanakan sholat Dhuhur, maka fungsi pendengaran kita dihilangkan untuk sementara hingga tiba waktu sholat Ashar.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah kita masih berani meninggalkan/melalaikan sholat-sholat wajib tersebut? Kalau saya sih, tentu tidak berani.
Lalu, bagaimana dengan sholat sunah rawatib? Oh..itu? Tadi kan tentang fungsi panca indera. Nah sekarang tentang alatnya/perangkatnya sendiri. Bagaimana seandainya sholat sunah tersebut oleh Allah juga untuk menebus perangkat panca indera kita? Misalnya, kita lalai melaksanakan sholat sunah rawatib subuh, maka, perangkat mata kita (misalnya saja;) timbilan, atau radang, dan akan berlanjut hingga waktu sholat Dhuhur. Lalu kalau kita lalai melaksanakan sholat sunah rawatib Dhuhur, maka perangkat hidung kita jadi bisul/pilek. Dst.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah kita masih berani meninggalkan/melalaikan sholat-sholat sunah rawatib tersebut? Kalau saya sih, tentu tidak berani.
Selanjutnya, bagaimana dengan nikmat-nikmat yang lain, seperti misalnya paru-paru yang otomatis bekerja dengan baik tanpa kita perintah mulai awal kehidupan kita hingga saat ini. Dan jantung yang memompa darah untuk disirkulasikan keseluruh tubuh membawa oksigen dan sari-sari makanan. Bagaimana “seandainya” Allah meminta tebusannya agar perangkat tersebut dapat berfungsi setiap saat dengan dzikir dan tasbih setiap saat kepadaNya? Misalnya kita lupa mengingat Allah barang sedetik-2 detik, maka jantung atau paru-paru kitapun ikut berhenti selama waktu itu.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah kita masih berani melupakan Dia walau hanya sekejap? Kalau saya sih, gak bisa menjawab.
Berlanjut ke nikmat-nikmat Allah lainnya, seperti harta, kedudukan, istri dan anak-anak yang lucu. “Seandainya” Allah meminta tebusan nikmat-nikmat tersebut dengan amalan/perbuatan baik kita kepada sesama mahluk ciptaanNya, baik manusia, hewan maupun tumbuhan, dan begitu kita berbuat dholim, maka nikmat-nikmat tersebut akan menerima akibatnya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah kita masih berani berbuat dholim? Kalau saya sih, gak bisa menjawab.
Pertanyaan terpentingnya adalah : Kalau hidup ini hanya sementara dan sebagai ladang untuk bekal di kehidupan selanjutnya, maka amalan/perbuatan-perbuatan kita mana yang bisa kita jadikan bekal untuk kehidupan kita selanjutnya? Bagaimana dengan sebahagian orang yang melakukan amalan-amalan tertentu untuk memperoleh imbalan tertentu atau agar hajatnya terhadap sesuatu terkabul?
Kalau saya sih, tidak bisa menjawab. Karena memang ilmu saya terbatas. Bagaimana dengan anda? Kalau anda memiliki jawaban, sudilah kiranya berbagi ilmu dengan saya. Dan ilmu yang dibagikan tidak akan pernah habis. Bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar