Minggu, 08 Juni 2008

Toleransi



Bismillahirrohmanirrhiim.

Assalammualaikum Warohmatullohi wa Barokahtu.


Segala puja dan puji hanya bagi Allah SWT. Yang dengan nikmatnya yang tak terhingga dan tak terukur, maka kita; saya dan para pembaca blog ini, masih diberi kesempatan berupa umur dan kesehatan untuk saling berbaku sapa, nasihat-menasehati ataupun membagi sedikit dari ilmu maupun pengalaman yang ada pada kita masing-masing. Yang mana bila ilmu atau pengalaman itu kita simpan rapat-rapat untuk diri kita sendiri, niscaya tidak atau berkuranglah barokahNya pada diri kita. (insyaAllah). Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, yang atas perantaranya serta bimbingannya, kita insyaAllah terhindar dari kejahiliyah-an.
Pada kesempatan pertama pengisian blog saya ini, saya ingin mengenai pengalaman pribadi yang terjadi belum lama ini. Dimana pada beberapa waktu yang lalu, ada seorang teman datang kepada saya, dan mencurahkan suatu masalah yang sedang dihadapinya. Ringkas cerita, bahwa teman saya itu sedang bermasalah dengan adik iparnya. Teman saya itu laki-laki. Begitu pula adik iparnya. Yang menjadi ganjalan dia adalah bahwa menurut pandangan teman saya tsb, adik iparnya kurang memiliki tata krama. Baik kepada dia, lingkungan terutama kepada orang tua (dalam hal ini mertuanya, alias orang tua dari teman saya). Begitu jengkelnya teman saya tersebut pada adik iparnya, sehingga dalam pandangannya, apapun yang dilakukan oleh adik iparnya, selalu terlihat salah/fals. Setelah selesai menyimak semua ceritanya, saya pada saat itu berusaha menjawab sebijaksana mungkin, ceileh...(mungkin sedikit bingung dan pada saat itu yang ada pada otak saya hanya itu) : "friend (kita sebut saja teman saya itu dengan nama "Friend"), menurut saya, kamu tidak perlu terlalu emosional dalam menanggapi masalah ini. Kamu harus ingat, bahwa adik iparmu itu selama belum menikahi adikmu dan memasuki kehidupan keluarga besarmu, dia sudah mendapatkan didikan dan aturan-aturan serta pengalaman yang begitu banyak dari lingkungan sekitarnya. Baik dari keluarganya, tetangganya, teman-temannya dll. Jadi, apa yang ditampilkan di hadapanmu itu, adalah buah dari pengalaman dan kebiasaan yang dia peroleh selama ini (bertahun-tahun). Bagaimana mungkin dalam waktu sekejap kamu menghendaki dia menjadi seseorang seperti yang kamu inginkan? Apakah kamu juga berpikir, bahwa, bukannya mustahil dia juga ingin kamu seperti yang dia inginkan/bayangkan. Lalu, apa kamu mau menjadi seperti yang dia inginkan? Saya rasa tidak. Kamu pasti ingin menjadi diri sendiri. Lengkap dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Seandainyapun ada sedikit kekuranganmu yang bisa untuk diperbaiki, itupun mungkin memerlukan waktu dan proses, tidak seketika. Karena mungkin saja pada dirimu ada sifat ego-sentris. Dan itu wajar. Makanya, janganlah terlalu menuntut seseorang menjadi seperti yang kamu inginkan, karena kamupun tidak akan mau dituntut hal yang serupa oleh orang lain, bukan? Bersikaplah toleransi, atau perbesarlah rasa toleransimu. Tentunya ini hingga pada batas-batas yang wajar menurut aturan agama maupun sosial kemasyrakatan. Kita ambil contoh; saya memiliki teman yang berasal dari sumatera. Dimana di daerah asalnya itu, masih banyak terdapat rumah panggung. Di rumah panggung tersebut, biasanya jarang terdapat meja-kursi. Sehingga kalau mereka makan, atau melakukan kegiatan apapun, semisal nonton televisi, mereka melakukannya dengan duduk dilantai. Kebanyakan dengan bersila atau mengangkat salah satu kakinya. Yang pasti, kaki mereka sejajar dengan pantat mereka. Nah hal kebiasaan tersebut akan menjadi sedikit bermasalah ketika mereka melakukannya di Jawa. Dimana dalam adat jawa, duduk sambil mengangkat kaki dinilai kurang sopan. Apalagi bila hal itu dilakukan oleh wanita. Atau dilakukan di hadapan orang yang lebih tua. Disinilah perlu adanya sikap toleransi. Sikap itu akan membawa kebijaksanaan dalam bersikap, sehingga tidak mudah menghakimi orang lain yang tidak sesuai dengan cara pandang kita.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar