Senin, 15 Juni 2020
Berdagang dengan Allah
Semenjak kecil seringkali saya mendapat nasihat atau saran agar melakukan
ibadah2 tambahan atau ibadah sunah untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun
di akhirat kelak. Atau bisa juga ibadah2 tambahan tersebut adalah semacam upaya
kita agar segala hajat yang sedang kita upayakan atau harapkan dapat terwujud.
Misal, saya dianjurkan agar melaksanakan sholat dhuha secara rutin agar dilancarkan rejekinya. Orang2 tua jaman dulu melakukan puasa senin kamis supaya
usaha atau harapan yang diinginkan oleh anak2nya dapat terwujud. Salahkah hal2
itu semua? Bukankah beribadah kepada Allah adalah merupakan kewajiban semua
mahluk kepada penciptanya? Bukankah agar keinginan kita mendapat pehatian dari
Allah, kita boleh2 saja menambah porsi beribadah kepadanya? Dalam upaya agar
Allah senang dan jadi ridho atas apa yang kita kerjakan. Sehingga karena ridho, maka Allah akan mengabulkan do'a dan keinginan2 yang kita impikan. Ibarat anak kecil. Ketika hendak minta dibelikan mainan oleh orang tuanya, maka kalau perlu, disuruh apapun dia akan mau dan senang hati melaksanakannya. Demi tercapainya
mendapatkan mainan yang diidamkan. Setelah mainan didapat, biasanya akan kembali ke sikap awal anak2, yang kadang malas untuk melaksanakan apa2 yang disuruh oleh orang tuanya. Wajar saja. Wong namanya anak2. Itu tadi sebagai ibarat. Sekarang,
ketika seseorang sudah dewasa, mampu menimbang mana hal2 yang baik dan mana yang buruk. Mampu menimbang hal2 mana yang pantas, kurang pantas dan tidak pantas,
maka hal2 seperti contoh di atas menjadi hal yang perlu dikaji ulang. Ada
kerabat saya yang mengatakan, tidak apa2 kita berdagang dengan Allah. Toh memang
di dalam agama, bahwa semua perbuatan, mau itu perbuatan baik ataupun perbuatan
buruk, akan ada balasannya. Perbuatan baik berbuah pahala. Perbuatan buruk
berbuah dosa. Melaksanakan perintah agama, baik itu yang wajib maupun yang
sunah, itu sama juga kita berbuat baik. Maka akan berbuah pahala.Begitu juga
sebaliknya. Jadi wajar saja kalau kita sebagai manusia berusaha untuk memperoleh pahala se banyak2nya selama di dunia, untuk bekal atau tabungan di akhirat. Saya tidak pernah membantah omongan kerabat saya itu. Hanya ada yang mengganjal dalam hati dan pikiran saya selama ini mengenai pendapatnya tadi. Kemarin saya berdiskusi dengan hati dan pikiran saya sendiri. Apakah sama antara "berdagang dengan Allah" dan "berdagang di jalan Allah"?. Dan hati serta pikiran saya mengatakan, tidak sama. Sudah itu saja yang dapat saya simpulkan dan saya
yakini. Menurut anda, bagaimana?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar